Rabu, 26 April 2017

Tentang Cinta (Lima) (#30DWCJILID5)



Reina mengabaikan ponselnya yang bergetar. Ia memilih berkutat dengan komputernya, mengerjakan laporan yang harus ia serahkan nanti sore kepada atasannya. Ia bukannya tidak ada waktu untuk mengangkat telepon yang masuk, namun rasa kesal yang dirasakannya membuat Reina tidak menghiraukan panggilan tersebut.
Reina tahu siapa yang sedang meneleponnya. Ia memang sengaja mengabaikan sang penelepon karena kesal yang dirasakannya. Ia telah mengabaikan penelepon tersebut sejak kemarin dan memilih menghidupkan mode getar pada ponselnya agar suara panggilan masuk tidak terdengar dan mengganggu yang lain.
Terakhir Reina mencek, tertulis di layar ponselnya 57 panggilan tak terjawab dan 30 pesan belum dibaca dari orang tersebut. Reina masih mengeraskan hatinya untuk mengabaikan setiap panggilan dari nomor yang ia sudah hafal diluar kepala. Ia ingin membalas sang penelepon agar ia tahu bagaimana rasanya diabaikan selama dua hari padahal Reina sangat merindukan orang tersebut.
Sampai detik inipun sebenarnya Reina masih merindukannya. Ia bahkan sempat beradu argumen dengan dirinya sendiri. Namun sisi egoisnya berhasil menang. Sampai detik ini, Reina masih membiarkan ponselnya bergetar diatas meja kerjanya.
Lima menit kemudian ponsel Reina tidak lagi bergetar. Tangan kanan Reina meraih dan membuka kunci ponselnya dengan password tanggal lahir kekasihnya. Ada 75 panggilan tidak terjawab dan 35 pesan. Reina membuka pesan yang paling atas dan membacanya dengan suara yang pelan.
“Aku tahu kamu marah, tapi tolong angkat teleponku. Aku khawatir sama kamu.”
Reina mencibir ponselnya. Ia menggerutu dengan pelan sambil keluar dari menu pesan sebuah aplikasi ternama. Reina menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Ia termenung memikirkan apa yang telah ia lakukan ini mungkin keterlaluan. Namun jika mengingat betapa kesalnya dirinya, Reina menganggap jika yang dia lakukan bukanlah hal yang besar.
Telinga Reina mendengar derap langkah kaki, dengan segera ia kembali melabuhkan jemarinya diatas keyboard. Reina kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena memikirkan seseorang yang dirindukannya. Namun ia menghela nafas lega saat mendengar suara pemilik derap langkah yang sempat ia kira atasannya.
“Rei, lo lagi sibuk?” Reina menatap Melya. Ia mengusap dadanya menghilangkan rasa gugup dan takutnya. Reina takut yang datang adalah atasannya, menagih laporan yang masih ia kerjakan.
“Gue kira lo si Bos, kenapa, Mel?”
“Ini, ada telepon  buat lo.” Reina mengangkat alisnya namun tetap menerima ponsel Melya. Reina menempelkan ponsel Melya ke telinganya sambil mulai berbicara.
“Halo?” Reina tidak mendengar suara apapun diseberang sana. Reina menatap Melya dan berbicara tanpa suara menanyakan siapa yang sedang menelepon.
“Lo ngomong aja, gue keluar dulu.” Perhatian Reina terbagi kepada Melya yang keluar dari biliknya dan suara yang ia kenal terdengar dari ponsel tersebut. Reina cukup kaget mendengar suara itu dan membuatnya lupa dengan Melya.
“Rizky?” seru Reina yang dibalas kekehan yang terdengar dari ponsel Melya.
“Aku kangen banget sama kamu, Princess.”
Reina merasa hatinya luluh mendengar suara yang juga dirindukannya. Reina juga hampir lupa kalau ia sedang marah dengan penelepon tersebut. Satu menit kemudian, ia kembali bersuara dengan ketus kepada sang penelepon.
“Ada apa kamu nelepon ke ponsel Melya?” Reina berusaha berbicara dengan seketus mungkin walaupun sebenarnya ia merasa senang karena bisa kembali mendengar suara lelakinya.
“Kamu nggak angkat teleponku, Reina. Aku khawatir sama kamu. Perasaan aku jadi nggak enak.”
“Terus kenapa ponsel kamu nggak bisa dihubungi? Telepon sama pesan aku juga nggak dibalas.”
“Jum’at kemarin aku dapat tugas dadakan buat bikin presentasi di hari Sabtu. Aku nggak sempat lagi megang ponsel. Terus ponsel aku mati gara-gara baterainya habis. Aku baru sadar ponsel aku mati setelah presentasi. Aku nyoba buat ngehubunin kamu sejak sabtu malam, tapi nomor kamu malah nggak aktif. Kamu juga nggak angkat telepon aku sejak kemarin.”
“Halah, itu alasan kamu, aja.”
“Demi Tuhan, Reina. Aku nggak bohong.”
Reina hanya diam dan tidak lagi menanggapi ucapan Rizky. Sebenarnya ia percaya dengan semua yang Rizky ucapkan karena selama ini Rizky memang tidak pernah membohonginya. Rizky juga tidak pernah main-main dengan ucapannya, apalagi jika sampai Rizky mengucapkan kata sumpah.
“Reina? Kamu masih disana ‘kan?”
“Iya, Ky.” Suara Reina melembut. Sedikit demi sedikit rasa kesalnya mulai memudar dan berganti rasa rindu yang sempat membuat Reina kehilangan good moodnya. Andai saja bisa, Reina ingin sekali memeluk Rizky yang berada jauh disana.
“Aku minta maaf, Princess. Maaf aku mengabaikan telepon dan pesan kamu. Aku juga sangat merindukan kamu.” Reina memejamkan matanya mendengar suara lirih Rizky. Walaupun Reina memiliki sifat yang keras dan terkadang tidak perduli, tetapi ia memiliki hati yang mudah tersentuh.
“Oke, aku maafin kamu,” kata Reina pada akhirnya. Ia mendengar helaan nafas lega Rizky yang membuatnya kembali tersenyum.
“Tapi lain kali, aku nggak mau lagi kayak gini, ya. Aku khawatir banget sama kamu, Ky.”
“Iya, Princess. Aku baik-baik aja. Malah aku yang khawatir sama kamu. Selama dua hari ini, perasaan aku nggak enak.”
“Aku nggak pa-pa, Ky. Jum’at malam aku ke tempat biasa sama Melya. Nggak sampe larut, aku pulang. Hari Sabtu aku cuma tidur, nggak kemana-mana.”
“Syukurlah kalau kamu nggak kenapa-napa. Mungkin itu cuma perasaanku aja.”
Reina kembali menghela nafasnya. Ia bergumam meminta maaf pada Rizky karena tidak menceritakan apa yang terjadi di hari Jum’at. Reina tahu Rizky tidak menyukai Abimanyu dan sudah memberinya peringatan agar menjauhi lelaki tersebut. Ia tidak mau membuat Rizky marah dan mengkhawatirkannya.
“Udah dulu ya, Ky. Aku lagi ada deadline. Nanti malam kita teleponan lagi, ya.”
“Iya, Princess. Kamu jangan terlalu memaksakan diri. Jangan lupa makan siang.”
“Iya. Kamu juga, Ky,” kata Reina sambil tersenyum. Ia membayangkan Rizky juga sedang tersenyum disana.
“Sampai nanti, Princess. I love you.”
I love you too, Ky.” Reina mendengar kekehan Rizky. Ia yakin jika kini Rizky sedang tersenyum lebar sama sepertinya.
“I love you more, Princess.”
Reina tersenyum lebar sambil meletakkan ponsel Melya diatas meja. Semua kekesalannya telah menghilang dan berganti rasa senang. Reina merasa kembali menemukan semangatnya yang sempat hilang sejak dua hari yang lalu. Ia merasa kembali bersemangat mengerjakan pekerjaannya dan berhenti memikirkan hal yang tidak-tidak dengan Rizky.

*******

Reina berjalan beriringan dengan Melya dan Rio ke basement tempat mobil mereka berada. Namun ia sangat terkejut saat melihat Abimanyu bersandar di kap mobilnya. Ia masih kesal dan marah pada lelaki tersebut. Reina berniat menghindari Abimanyu, namun belum sempat ia melaksanakan  niatnya, Abimanyu telah melihat kedatangannya dan memanggil namanya.
Dengan terpaksa Reina berjalan menuju mobilnya berada. Ia berusaha mengabaikan Abimanyu walaupun pria tersebut berusaha menarik perhatiannya. Kejadian tiga hari yang lalu masih membekas dalam ingatan Reina.
“Gue pengen bicara, Rei.”
“Gue nggak ada yang perlu dibicaraain sama, lo. Minggir, lo!” bentak Reina kepada Abimanyu yang menghalangi jalannya. Namun Abimanyu tidak bergerak dan tetap meminta Reina mendengarkannya.
Please, Rei. Gue minta maaf buat yang kemarin. Gue terbawa perasaan.”
“Gue udah maafin lo, Nyu. Tapi gue nggak mau lagi berurusan sama, lo!” Reina menunjuk Abimanyu tepat diwajahnya. Dengan cepat Reina berjalan menuju pintu mobil meninggalkan Abimanyu, Melya serta Rio yang hanya diam melihat pertengkaran Reina dan Abimanyu.
Namun saat Reina ingin menutup pintu mobil, Abimanyu lebih dulu menahan tangan Reina yang membuat Reina menjerit minta dilepaskan.
“Lepas, Nyu. Gue nggak mau lagi berurusan sama, lo!” Reina memberontak, namun semakin keras Reina  mencoba melepaskan tangannya, Abimanyu semakin mempererat cekalannya.
“Gue cuma minta waktu sebentar, Rei.”
“Gue nggak mau. Mel, panggilin satpam kantor buat ngusir lelaki ini,” perintah Reina yang langsung mendapat anggukan kepala oleh Melya.
 “Nggak perlu. Gue cuma mau bicara sebentar sama Reina.” Langkah Melya langsung terhenti. Lalu ia hanya diam dan menatap Rio yang juga tampak tidak tahu harus berbuat apa.
“Gue benar-benar minta maaf, Rei. Gue kelepasan waktu itu. Sorry, gue janji ini nggak akan keulang lagi.”
“Nyu, gue udah bilang, gue udah maafin, lo. Tapi gue tetap nggak mau berurusan lagi sama, lo.” Reina mendorong Abimanyu dengan keras hingga lelaki tersebut terdorong ke belakang. Dengan cepat Reina menutup pintu dan menguncinya. Ia bergegas menyalakan mesin mobilnya dan meninggalkan Abimanyu, Melya dan Rio serta mengabaikan teriakan Abimanyu yang memanggil namanya.


***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Keenam Belas event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan. Terima Kasih.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar