Yasmin berteriak dengan kencang agar
Randi mempercepat kayuhan sepedanya. Ia berteriak sambil tertawa yang membuat Randi
menggelengkan kepalanya, namun ia tetap terus mengayuh pedal sepedanya dengan
cepat. Mereka sedang berlomba dengan Hans dan Lova. Mereka berlomba balap
sepeda dari taman sampai rumah keluarga besar Routh.
Tangan Yasmin bertengger dengan erat di
pundak Randi yang sesekali menepuk pundak tersebut untuk menyemangati Randi. Saat
jarak hanya tinggal tiga meter, Randi dan Yasmin berhasil menyamai Hans dan
Lova. Teriakan Yasmin semakin menjadi-jadi menyuruh Randi agar semakin
mempercepat kayuhan sepedanya. Jarak yang semakin dekat membuat kedua anak
lelaki tersebut semakin mengayuh pedal sepedanya dengan kecepatan penuh. Tetapi
akhirnya hanya satu sepeda yang lebih dulu masuk ke dalam rumah keluarga besar
Routh.
Yasmin turun dari sepeda dan langsung
berteriak sambil melompat-lompat karena berhasil masuk lebih dulu. Ia mendekati
Randi dan memeluk anak lelaki itu. Keduanya tampak saling tersenyum puas karena
berhasil memenangkan perlombaan kecil tersebut. bagi Yasmin, ia senang karena
berhasil mengalahkan Hans. Terlebih lagi mereka sudah membuat perjanjian, jika
Yasmin menang Hans mau bermain bersama Yasmin selama tiga hari. Sedangkan bagi
Randi, melihat senyum Yasmin sudah lebih cukup daripada memenangkan perlombaan
apapun.
Yasmin melepaskan pelukannya saat
melihat Hans masuk dengan menuntun sepedanya bersama Lova. Ia langsung berlari
menyusul Hans dan Lova dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya.
“Mas Hans kalah, Mas Hans tidak boleh
curang. Mas Hans harus bermain denganku.”
Yasmin menatap wajah tanpa senyum Hans.
Bagi Yasmin, raut wajah tersebut memang ciri khas Hans. Senyuman Hans adalah
hal yang langka setelah Hans ditinggalkan pergi oleh Ibunya. Sekeras apapun
Yasmin berusaha membuat Hans tersenyum, ia tetap tidak bisa melakukannya.
“Ya.”
Yasmin terdiam mendengar jawaban pendek
Hans. Ia hanya diam saat Hans kembali menuntun sepedanya, meninggalkan ia yang
masih ingin bicara. Senyum Yasmin perlahan memudar seiring matanya yang masih
terus menatap Hans yang berjalan menuju garasi dan meletakkan sepedanya disana.
Mata Yasmin mulai berkaca-kaca dan siap mengalirkan air dari mata indahnya
tersebut.
Randi mendekati Yasmin yang hanya
terdiam setleh Hans meninggalkannya. Randi melihat punggung Yasmin bergetar. Randi
menyentuh lengan Yasmin, ia cukup kaget saat Yasmin memeluknya dengan cepat
sambil mengeluarkan isak tangis.
“Kenapa kau menangis, Yasmin?” tangan
Randi mengusap punggung Yasmin yang tertutup baju kaos lengan pendek berwarna
merah muda dan celana jeans berwarna biru tua dengan panjang tiga per empat.
“Mas Hans jahat. Mas Hans tidak mau bermain
denganku,” ucap Yasmin yang diselingi isak tangis. Ia menangis sesenggukan
sambil bersandar didada Randi.
“Bukan begitu, Yas. Lagipula ini sudah
sore. Kau bisa bermain dengan Hans mulai besok. Kau bisa bermain sampai puas.”
Sebenarnya Randi merasa prihatin dengan
Yasmin yang sering diabaikan oleh Hans. Ia sering melihat Yasmin berusaha keras
agar Hans mau menghiraukannya. Semua yang dilakukan Yasmin hanya untuk menarik
perhatian Hans. Tidak jarang pula Randi melihat Yasmin menangis saat Hans
mengabaikannya. Kadang-kadang ia juga merasa marah pada Hans. Randi tidak habis
pikir mengapa Hans lebih memilih bersama Lova daripada Yasmin.
“Bagaimana kalau besok Mas Hans ingkar
janji?”
“Tidak akan. Lelaki sejati tidak akan
mengingkari janjinya, Yas. Dan aku yakin Hans tidaklah seperti itu.” Yasmin kembali
terdiam sambil menatap Randi. Isak tangisnya mulai mereda dan tangan kanannya
menyeka air mata dibawah matanya.
“Benarkah?” Randi mengangukkan kepalanya
menjawab pertanyaan Yasmin. Tangan Randi memeluk erat pinggang anak tersebut
yang tampak nyaman bersandar pada tubuhnya.
“Tapi bagaimana kalau besok Mas Hans
tidak mau bermain denganku?”
Tangan kiri Randi bergerak keatas menuju
kepala Yasmin. Tangannya mengelus rambut hitam milik anak perempuan tersebut
dan mengenyampingkan anak rambut yang ada didahinya.
“Ada aku, Yasmin. Aku akan selalu
menemanimu.”
“Benarkah?”
Ada keraguan yang terdengar dari suara
Yasmin. Namun jawaban Randi membuat ia percaya dan menganggukkan kepalanya
serta kembali memeluk tubuh Randi.
“Aku lelaki Yasmin. Kau ingatkan apa
yang baru saja kukatakan tentang lelaki sejati?”.
***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Ketujuh Belas event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar