Jumat, 21 April 2017

Randi dan Yasmin (empat) (#30DWCJILID5)



Anak perempuan itu memukul-mukulkan spatula mainan yang biasanya ia gunakan bermain masak-masakkan bersama Bibi Maisya. Ia sedang kesal karena ia tidak diajak bermain oleh saudara sepupunya yang selalu ia ikuti. Ia sudah lelah menangis, sekarang ia menumpahkan kekesalannya dengan memukulkan semua alat permainannya dengan keras hingga rusak.
“Aku benci, Mas Hans! Mas Hans jahat. Mas Hans tidak sayang padaku,” teriaknya sambil memukulkan salah satu boneka kesayangannya yang memiliki harga yang tidak murah.
“Mas Hans hanya menyayangi Lova, padahal Lova bukan adik Mas Hans. Seharusnya aku yang pergi bersama Mas Hans,” gerutu bibir kecilnya. Ia masih terus memukulkan boneka tersebut ke lantai hingga kepala boneka tersebut hampir putus. Namun anak perempuan itu seakan tidak perduli walaupun boneka itu salah satu boneka kesayangannya. Ia terlalu dikuasai rasa kesal yang membuatnya begitu marah.
“Sudah, Nona Yasmin, kasihan bonekanya. Nanti bonekanya bisa rusak.”
Salah satu asisten rumah tangga mencoba menenangkan putri majikannya tersebut. Namun yang terjadi malah sebaliknya, anak perempuan tersebut semakin menjadi-jadi.
“Tidak mau! Biarkan saja boneka ini rusak,” pekiknya dengan kencang yang membuat asisten rumah tangga tersebut menutup telinganya dan menyerah membujuk anak perempuan tersebut. Tetapi kedatangan seorang anak lelaki membuat asisten rumah tangga itu mengangguk dan meninggalkan majikannya tersebut.
“Biar aku saja yang membujuknya. Bibi pergi saja.” Asisten rumah tangga itu mengangguk. Ia menuruti perintah anak lelaki yang sering berkunjung ke rumah keluarga Routh.
Anak lelaki itu mengambil boneka yang sudah tidak berbentuk lagi dari tangan anak perempuan tersebut. Boneka tersebut sudah kehilangan kepala dan tangan kirinya. Anak perempuan itu berusaha merebut bonekanya kembali, namun anak lelaki selalu berhasil menjauhkannya dari tangan anak perempuan tersebut.
“Kembalikan bonekaku!”
Anak perempuan itu melotot ke arah anak lelaki tersebut dengan posisi tangan diletakkan dipinggang. Ia merasa kesal karena anak lelaki itu mengganggunya.
“Seharusnya kau bersyukur bisa memiliki boneka sebagus ini, Yasmin. Banyak anak diluar sana yang ingin mempunyai mainan seperti ini tetapi mereka tidak bisa membelinya.”
Ucapan anak lelaki itu tidak dihiraukan oleh anak perempuan tersebut. Ia kembali mencoba mengambil boneka yang kini sedang diangkat tinggi oleh anak lelaki tersebut.
“Aku tidak peduli. Kembalikan bonekaku!”
Anak lelaki tersebut menggelang yang membuat anak perempuan tersebut mengerutu dan berteriak kesal. Namun yang terjadi selanjutnya, anak perempuan itu malah menangis dengan keras. Anak lelaki itu mendadak kebingungan. Ia menggaruk kepalanya dan berjongkok disamping anak perempuan yang sedang menyembunyikan kepalanya diantara kedua kakinya.
“Hei, berhentilah menangis. Yasmin? Aku hanya bercanda.”
Anak lelaki itu kembali menggaruk kepalanya yang gatal karena anak perempuan itu masih terus menangis. Tangan anak lelaki itu kini mengelus punggung anak perempuan tersebut dengan pelan berusaha menenangkan dan mengentikan tangisnya.
“Sudahlah, Yasmin. Aku tidak bermaksud membuatmu menangis.”
Perlahan-lahan isak tangisnya mulai mereda. Anak lelaki itu mengelus kepala anak perempuan tersebut saat ia mengangkat kepalanya. Anak lelaki itu membantu menyeka air mata anak perempuan tersebut dan merapikan rambutnya yang berantakan.
“Apa Hans mengabaikanmu lagi?” anak perempuan tersebut mengangguk. Ia menyeka sisa air mata di wajahnya dengan punggung tangannya.
Anak lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya. Sejak beberapa bulan yang lalu, ia tahu bahwa anak perempuan tersebut selalu mengikuti kemanapun Hans pergi dan apapun yang dilakukan Hans. Anak perempuan tersebut selalu menomorsatukan Hans dibanding hal lain walaupun Hans sama sekali tidak memperdulikannya. Kadang-kadang ia merasa iba melihat anak perempuan itu bersedih ataupun menangis karena Hans mengusir atau mengabaikannya.
“Kau tidak perlu bersedih. Masih banyak yang mau menemanimu.”
“Aku tidak mau. Aku hanya ingin ditemani Mas Hans .”
“Jangan seperti itu, Yasmin. Itu tidak baik.”
“Aku cuma mau ditemani Mas Hans. Aku tidak mau ditemani yang lain.”
“Yasmin, kau tidak bisa memaksa orang lain mengikuti semua kemauanmu. Kau harus menerima keputusan orang lain. Kau tidak boleh bersikap egois.”
“Aku tidak egois. Aku hanya ingin ikut pergi bersama Mas Hans. Tetapi Mas Hans tidak mengizinkan aku ikut.”
Tangan anak lelaki itu mengelus kepala anak perempuan tersebut. Kini mereka duduk berdampingan dan telah melupakan pertengkaran mereka tadi.
“Kenapa kau tidak diperbolehkan ikut?”
“Kata Mas Hans, Mas Hans hanya ingin bersama Lova. Aku ingin ikut karena aku ingin bersama Mas Hans. Tetapi Mas Hans tidak mau.”
“Kau bisa pergi bersamaku jika Hans tidak mau menemanimu.” Anak lelaki itu tersenyum dengan manis saat anak perempuan tersebut menatapnya.
“Aku mau menggantikan Hans menemanimu kemanapun kau mau, Yasmin.”.



***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Kesebelas event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan. Terima Kasih.
Tambahan: Tulisannya seadanya. Saya udah capek sama ngantuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar