Reina berbaring dengan posisi telungkup
sambil menatap layar laptopnya. Ia memeluk bantal berbentuk hati berukuran
sedang berwarna ungu pemberian kekasihnya. Dilayar laptopnya, tampak seorang
lelaki yang menggunakan baju hitam yang tampak bersandar pada kepala ranjang
berwarna cokelat. Lelaki tersebut tampak tersenyum pada Reina yang dibalas oleh
senyum manis Reina.
“Tadi kemana aja setelah pulang kerja?”
“Nggak kemana-mana. Tadi langsung
pulang.”
Reina menatap layar laptopnya yang
menampilkan wajah lelaki yang sangat dirindukannya. Apalagi setelah kejadian di
basement tadi, Reina merasa semakin
merindukan Rizky. Reina ingin Rizky ada disampingnya dan melindunginya.
“Kamu kenapa, Princess?”
Reina menggeleng. Namun matanya berubah
sendu dan memerah. Batin Reina menimbang-nimbang apakah ia harus menceritakan
apa yang terjadi tadi sore atau tidak pada Rizky.
“Kamu kenapa, Reina? Ada terjadi
sesuatu?” tanya Rizky dengan lembut yang membuat perasaan Reina semakin tidak
karuan. Andai Rizky ada disampingnya, tentu ia bisa berlari kedekapan hangat milik
Rizky. Reina memaki jarak yang harus memisahkannya dengan Rizky.
“Tell
me, Princess. Are something happen that I don’t know?”
Reina memiringkan kepalanya lalu membaringkannya
dengan posisi pipi menempel pada bantal. Ia menghela nafasnya, tangan Reina
bergerak menuju layar laptop dan mengelus layarnya tepat dimana wajah Rizky
berada.
“Aku lagi kesal sama Abimanyu. Dia...,” belum
sempat Reina menyelesaikan ucapannya, Rizky sudah lebih dulu memotong ucapannya
dengan pertanyaan.
“Apa yang dilakukan Abimanyu sama kamu?”
Reina sedikit merinding mendengar nada bicara Rizky. Ia juga melihat raut wajah
Rizky yang berubah.
“Nggak pa-pa. Aku cuma kesal, Ky.”
“Kamu jauhin aja dia. Aku nggak suka
sama dia. Aku takut dia macam-macam terus nyakitin kamu.” Reina mengangguk. Ia
merasa lega melihat raut wajah Rizky yang melunak dan nada suaranya pun kembali
melembut.
“Iya, aku juga nggak mau dekat-dekat
sama dia lagi.”
Senyuman yang terbit diwajah Rizky
membuat Reina meleleh. Tidak terhitung lagi bagaimana senyuman itu membuat
Reina selalu jatuh hati pada pemiliknya.
“Lihat kamu senyum kayak gitu, aku jadi
makin kangen.”
Rona merah itu menghiasi wajah Reina. Raut
sedih yang sempat tampak, kini telah menghilang. Reina kembali terlihat ceria
dan bersemangat. Mata Reina menatap dalam Rizky yang hanya bisa ia tatap lewat gadget.
“Aku juga kangen banget sama kamu. Pengennya
besok udah bulan depan biar kamu bisa pulang,” ucapnya dengan manja yang
direspon kekehan oleh Rizky.
“Iya, Princess. Aku juga kangen banget sama kamu.”
Reina menatap Rizky yang pandangannya
tidak lagi tertuju padanya. Sepertinya Rizky sedang berbicara dengan seseorang.
Reina mempertajam pendengarannya, ia menangkap suara perempuan sedang berbicara
dengan Rizky. Tidak lama kemudian, perhatian Rizky kembali tertuju pada Reina. Reina
pun langsung menodong Rizky dengan pertanyaan.
“Siapa, Ky?”
“Rekan kerja aku disini. Namanya Sari. Kemarin
aku dapat tugas buat satu tim sama dia,” jelas Rizky. Tiba-tiba saja rasa
penasaran muncul di hati Reina. Ia penasaran dengan perempuan bernama Sari
tersebut.
“Sari gimana orangnya? Kamu cuma berdua
sama si Sari itu?”
“Dia cantik walaupun masih tetap kamu
yang lebih cantik. Dia juga baik. Nggak, Princess.
Tim aku ada lima orang. Aku, Budi, Irfan, Sari sama Sofia.” Reina menganggukkan
kepalanya. Kepalanya yang sempat terangkat, kini kembali ia baringkan diatas
bantal.
“Kamu jangan nakal disana, ya. Jaga hati
kamu buat aku,” kata Reina dengan pelan. Ia berdoa agar hubungannya dengan
Rizky selalu baik-baik saja walaupun harus melewati rintangan.
“Hati aku cuma buat kamu, Princess. Kamu nggak perlu takut. Aku cuma
cinta sama kamu.”
Reina tersenyum lebar. Rizky memang
selalu bisa membuatnya melayang. Apalagi selama ini Rizky selalu membuktikan
kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak hanya sekedar ucapan.
“Aku juga cinta sama kamu, Ky.”.
*******
Reina bergegas menuju lift yang ada di basement. Ia berusaha secepat mungkin
agar segera bisa mencapai lift tanpa menghiraukan panggilan di belakangnya. Reina
memencet tombol lift, namun lift sepertinya sedang berproses. Reina terpaksa
menunggu dengan tidak sabaran. Ia ingin segera pergi dari basement menuju lantai tempat kerjanya.
Tepat saat lift berdenting, Reina
bergegas masuk. Namun Reina merasakan tangannya dicekal dan ditarik. Reina berusaha
menarik tangannya dan memberontak agar tangannya bisa terlepas. Namun,
tangannya digenggam dengan sangat erat hingga Reina tidak bisa melepaskannya
dan malah orang yang mencekal tangannya ikut masuk ke lift.
“Lepas, Nyu! Keluar lo dari sini!”
bentak Reina.
“Nggak, Rei. Gue cuma mau minta maaf.”
“Gue udah bilang, gue udah maafin lo,
Nyu.”
“Tapi gue mau kita kayak dulu lagi, Rei.”
Reina melangkah mundur saat Abimanyu
maju mendekatinya hingga tubuhnya membentur dinding lift sebelah kiri. Tiba-tiba
saja ia merasa takut pada Abimanyu. Apalagi sekarang mereka hanya berdua di
lift. Pikiran-pikiran buruk tentang Abimanyu mulai menyeruak di kepala Reina.
“Mundur, Nyu. Gue nggak mau dekat-dekat
sama, lo!” Reina memberi jarak antara tubuhnya dengan Abimanyu dengan
tangannya. Raut ketakutan telihat jelas di wajah putih Reina.
“Nggak. Sebelum lo maafin gua, gue nggak
bakalan ngelepasin lo, Rei. Lo tahu ‘kan gue bisa melakukan apapun yang gue
mau? Termasuk buat bikin lo maafin gue dengan cara apapun, Rei!”
Tubuh Reina semakin gemetar karena
Abimanyu hanya berjarak dua jengkal darinya. Reina semakin menghimpitkan
tubuhnya ke dinding lift. Matanya mulai memerah dan wajahnya semakin memucat
karena pikiran-pikiran buruk semakin menyeruak di kepalanya. Reina menggenggam
erat tasnya sambil memejamkan matanya. Dengan pelan, Reina menyebut nama Rizky
dan berharap Rizky datang menolongnya.
“Tolong, Ky. Aku takut.”.
***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Kesembilan Belas event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar