Anak perempuan tersebut menggembungkan
pipinya yang ia tangkup dengan kedua tangannya. Ia merasa kesal saat melihat
sepasang anak yang tampak asyik bercanda. Ia duduk diteras rumah besar yang ia
tinggali bersama keluarga besarnya. Ia baru saja ingin mengajak anak lelaki
yang kini sedang tertawa riang dibawah pohon rindang di taman belakang rumah
itu bermain bersama. Namun sepertinya ia kalah cepat dengan anak perempuan lain
yang kini juga sedang ikut tertawa bersama anak lelaki tersebut.
Anak perempuan itu berdecak, lalu ia
berdiri masuk ke dalam rumah dengan perasaan kesal yang besar. Dengan langkah
kaki yang dihentak dengan keras hingga menimbulkan bunyi akibat gesekan
sandalnya dengan lantai, anak perempuan itu berjalan menuju teras samping rumah
dimana disana juga terdapat taman, ayunan, gazebo dan kolam renang.
Anak perempuan itu mendorong kakinya
agar ayunan yang ia duduki dapat bergerak. Masih dengan wajah yang ditekuk,
anak perempuan itu mulai mengeluarkan isi hatinya. Ia menggerutu dengan suara
yang rendah namun masih dapat didengar oleh orang yang berdekatan dengannya.
“Mas Hans jahat. Aku tidak mau lagi
bermain dengan Mas Hans!”
Anak perempuan itu kembali mendorong
kakinya karena ayunan yang ia naiki mulai melambat. Dengan dorongan yang
kencang, tubuhnya hampir terlempar dari ayunan namun semua itu tidak
menghentikan bibirnya yang masih mengomel.
“Pokoknya Mas Hans jahat. Aku benci Mas
Hans!”
Anak perempuan itu menurunkan kakinya
hingga menyentuh tanah dan membuat tubuhnya berhenti melayang. Ia menyandarkan
kepalanya di tali ayunan dan wajah cemberutnya berubah menjadi muram. Anak perempuan
itu kemudian menghela nafasnya. Wajah kesalnya berganti menjadi sedih. Ada satu
hal yang membuat rasa kesalnya berganti menjadi duka.
“Aku lebih suka kau mengomel tentang
Hans daripada melihatmu dengan raut wajah ini, Yasmin.” Anak perempuan itu
menengok kearah suara. Ia kembali mengerjapkan matanya berulang saat anak
lelaki yang ia lihat berbicara dengan Hans beberapa hari yang lalu sedang
berjalan kearahnya. Mata anak perempuan tersebut terus mengikuti pergerakan
anak lelaki tersebut sampai ia duduk di ayunan yang ada disampingnya.
“Kenapa kau bisa ada disini?” itulah
yang keluar dari anak perempuan itu saat anak lelaki tersebut duduk
disampingnya.
“Aku ada karena aku tahu kau membutuhkan
seorang teman.” Anak perempuan itu terdiam, mata hitamnya menatap wajah anak
lelaki tersebut yang kini sedang tersenyum kepadanya. Senyum anak lelaki
tersebut seperti sedang meyakinkannya untuk percaya dengan apa yang diucapkan
anak lelaki itu.
“Teman?”
“Iya, teman. Hans tidak mau menemanimu
bukan?” anak perempuan itu menggelengkan kepalanya menyalahkan ucapan anak
lelaki tersebut.
“Hans bukannya tidak mau menemaniku,
tetapi...,” ucapan anak perempuan itu terhenti. Tiba-tiba saja ia tidak bisa
lagi melanjutkan ucapannya karena ia tahu apa yang diucapkan anak lelaki
tersebut benar.
“Aku tahu kau begitu menyayangi Hans,
Yasmin. Tetapi jika kau membutuhkan teman saat Hans mengabaikanmu, aku akan
dengan senang hati menemanimu.”
“Hans tidak mengabaikanku.”
Untuk kedua kalinya anak perempuan itu terpaku
saat melihat senyuman anak lelaki tersebut. Mata anak perempuan itu mengerjap
pelan saat tangan anak lelaki tersebut mengusap kepalanya dengan pelan tanpa ia
tahu apa maknanya. Namun, anak perempuan itu mulai merasakan kalau ia menyukai saat
tangan anak lelaki itu bergerak diatas kepalanya.
“Aku tahu. Tetapi aku benar-benar mau
menemanimu saat kau tidak memiliki teman.”.
***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Keempat event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar