Anak perempuan itu bersembunyi dibalik
dinding. Untuk kesekian kalinya ia mendengar pertengkaran ayah dan anak yang sejak
beberapa bulan yang lalu dalam kondisi hubungan yang buruk. Anak perempuan itu
sesekali mengintip dibalik dinding yang memisahkan ruang keluarga dengan ruang
makan, ia mengintip sambil memejamkan matanya saat mendengar suara keras milik
sang Ayah dari anak tersebut. Tubuhnya juga berjengit kaget saat ia mendengar
bantingan benda yang terdengar sangat keras.
Anak perempuan itu kembali mengintip
saat ia tidak mendengar lagi suara teriakan atau bantingan benda, ia memberanikan
diri untuk keluar dari tempat persembunyiannya dan mendekati sesosok anak
lelaki yang selalu ia ikuti duduk menangis. Rasa ibanya keluar mendengar isak
tangis anak lelaki tersebut. Anak perempuan itu bisa merasakan kesedihan yang
mendera anak lelaki tersebut.
“Mas Hans.”
Anak lelaki itu tidak menjawab panggilan
anak perempuan tersebut. Ia masih terisak dengan kepala yang ia tenggelamkan
diantara kakinya.
“Mas Hans, jangan menangis lagi. Aku
juga ikut menangis kalau Mas Hans menangis,” kata anak perempuan itu sambil
menyeka air matanya. Ia berusaha menghibur anak lelaki itu agar berhenti
menangis.
“Mas Hans...,” anak perempuan itu memajukan
tangannya ingin menyentuh lengan anak lelaki itu, namun tangannya terhenti saat
ia mendengar suara serak anak lelaki tersebut.
“Pergilah, Yasmin. Jangan ganggu aku.” Anak
perempuan itu menggeleng walaupun ia tahu anak lelaki itu tidak melihatnya. Tangan
kecilnya mengelus lengan anak lelaki tersebut dengan pelan dan lembut mencoba
menenangkannya.
“Tidak, Mas. Aku mau menemani, Mas Hans.”
Anak perempuan itu terjatuh ke belakang
saat anak lelaki itu tiba-tiba mendorongnya. Mata anak perempuan itu mulai
berkaca-kaca. Ia merasa sedih saat anak lelaki itu tidak mau ditemani dan malah
meninggalkannya. Namun, rasa sedih itu tidak membuatnya membenci anak lelaki
tersebut. Namun sebaliknya, rasa ibanya semakin bertambah besar.
Selama ini, anak perempuan itu tidak
pernah menganggap bentakan ataupun usiran yang didapatkannya dari anak lelaki
itu. Ia tidak mau mengambil hati apapun kata-kata kasar yang didengarnya. Seperti
yang dikatakan Ibunya, ia harus bisa memahami apa yang terjadi dengan anak
lelaki tersebut. Anak perempuan itu tahu bahwa yang dibutuhkan anak lelaki itu
adalah kasih sayang dari orang-orang terdekat yang bisa membuatnya tersenyum
kembali. Dan ia sudah berjanji akan terus berusaha membuat anak lelaki itu
kembali tersenyum seperti sebelumnya.
“Aku akan membuat Mas Hans berbahagia kembali
seperti saat Bibi Pricilla masih ada,” ucap anak perempuan tersebut. Namun,
anak perempuan itu tidak tahu jika yang terjadi kedepannya mungkin tidak
seperti yang ia harapkan. Mungkin saja yang terjadi adalah sebaliknya.
***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Kedelapan event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar