Minggu, 30 April 2017

Randi dan Yasmin (Tujuh) (#30DWCJILID5)

Yasmin bersembunyi dibalik tubuh Mamanya, ia juga tidak kuasa menahan air matanya saat melihat sesosok anak lelaki yang selalu ia ikuti berteriak dan menangis bahkan bersujud di kaki Ayahnya. Hati Yasmin pilu mendengar suara memohon milik anak lelaki itu. Walaupun ia tidak tahu apa yang telah terjadi, ia tetap merasa sedih melihat anak lelaki tersebut menangis.
“Kumohon kembalikan dia. Kembalikan dia padaku. Kembalikan Lovaku.”
Kaki Yasmin bergerak maju ingin mendekat, namun tubuhnya ditahan oleh Mamanya. Yasmin menatap Mamanya, ia melihat Mamanya menggelengkan kepala. Dengan berat hati, Yasmin menuruti apa yng dikatakan Mamanya. Padahal ia sangat ingin mendekati Hans dan menghiburnya.
Yasmin mendengar suara teriakan dan beberapa orang terlihat panik. Ia melihat Hans digendong oleh Ayahnya. Tangis Yasmin semakin menjadi-jadi. Ia memeluk kaki Mamanya dengan berlinang air mata. Yasmin menatap Mamanya sambil bertanya.
“Mas Hans kenapa, Ma? Mas Hans tidak apa-apa ‘kan?”
“Mas Hans baik-baik saja. Nanti kamu temani Mas Hans. Mas Hans sedang sedih dan membutuhkan teman.” Dengan segera Yasmin menganggukkan kepalanya. Tanpa dipinta pun sebenarnya ia dengan senang hati akan selalu menemani Hans.
*******
Sejak hari itu, suasana di kediaman keluarga Routh berubah. Tidak ada lagi kehangatan disana. Tidak terdengar lagi suara gelak tawa anak perempuan yang biasanya berasal dari dapur atau taman belakang rumah. Tidak ada lagi pula suara teriakan dari anak lelaki yang kesal karena diganggu oleh saudarinya. Rumah tersebut tampak sepi. Bahkan para penghuninya tampak enggan dan takut mengeluarkan suara selain sang empu rumah dan putra semata wayangnya.
Yasmin bersembunyi dibalik dinding. Lagi-lagi ia mendengar pertengakaran Ayah dan anak yang sering terjadi selama seminggu lebih ini menghiasi kediaman keluarga Routh. Ia tidak kuasa melihat anak lelaki itu menangis dan memohon. Dalam hatinya juga timbul rasa kesal dan marah kepada sang Ayah tersebut. Tetapi ia tidak berani ikut campur seperti yang dikatakan Mamanya.
Yasmin mendekati Hans yang menangis sambil bersandar di dinding dekat ruang kerja Ayahnya. Mata Yasmin tampak berkaca-kaca mendengar isak tangis Hans. Yasmin menepuk lengan Hans. Namun dengan tiba-tiba Hans melepaskan tangan Yasmin dan menatap dengan mata yang merah dan berlinang air mata.
“Pergi, Yasmin!” Yasmin menggeleng. Ia berlutut disamping Hans dan tidak mau beranjak walaupun Hans berulang kali mengusirnya.
“Tidak mau. Aku mau menemani Mas Hans.”
“Aku tidak mau! Aku hanya ingin ditemani Lova!” teriak Hans yang membuat Yasmin kaget dan hampir terjatuh ke belakang. Yasmin kembali membetulkan posisi tubuhnya dan berusaha menenangkan Hans.
“Paman Felix sedang mencari Lova. Lova pasti kembali.” Hans mennatap Yasmin. Mata merahnya menatap Yasmin dengan penuh harap tentang apa yang baru saja dikatakan oleh Yasmin.
“Benarkah?”
“Iya, Mas Hans. Lova pasti kembali. Mas Hans jangan sedih lagi.”
Yasmin tersenyum melihat Hans yang menyeka air matanya. Ia merasa senang karena berhasil menenangkan Hans. Lalu Yasmin mengajak Hans untuk bermain agar kesedihan yang dirasakan Hans bisa menghilang.
“Mas Hans, ayo bermain.”
“Tidak mau. Aku akan menunggu Lova pulang dan akan bermain bersamanya.”
Walaupun Hans sudah sering menolaknya, namun kadang-kadang Yasmin tetap saja merasa sedih. Bahkan sekarangpun Yasmin masih merasa sedih saat Hans tidak mau bermain bersamanya. Tetapi ia mengingat dengan baik pesan Mamanya, bahwa ia harus bersabar dengan Hans dan harus terus berusaha menghibur Hans.
“Baiklah, Mas. Mas Hans mau sesuatu? Biar aku ambilkan.”
“Tidak perlu. Aku ingin ke kamar. Kalau Paman Felix sudah datang, beritahu aku.”
Yasmin hanya menganggukkan kepalanya dan menatap Hans yang berjalan menuju kamarnya. Yasmin tidak bisa menyembunyikan raut sedihnya. Ia hanya berharap agar Lova segera kembali dan Hans bisa kembali tersenyum seperti sebelumnya.


***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Kedua Puluh event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan. Terima Kasih.

Sabtu, 29 April 2017

Tentang Cinta (Enam) (#30DWCJILID5)



Reina berbaring dengan posisi telungkup sambil menatap layar laptopnya. Ia memeluk bantal berbentuk hati berukuran sedang berwarna ungu pemberian kekasihnya. Dilayar laptopnya, tampak seorang lelaki yang menggunakan baju hitam yang tampak bersandar pada kepala ranjang berwarna cokelat. Lelaki tersebut tampak tersenyum pada Reina yang dibalas oleh senyum manis Reina.
“Tadi kemana aja setelah pulang kerja?”
“Nggak kemana-mana. Tadi langsung pulang.”
Reina menatap layar laptopnya yang menampilkan wajah lelaki yang sangat dirindukannya. Apalagi setelah kejadian di basement tadi, Reina merasa semakin merindukan Rizky. Reina ingin Rizky ada disampingnya dan melindunginya.
“Kamu kenapa, Princess?”
Reina menggeleng. Namun matanya berubah sendu dan memerah. Batin Reina menimbang-nimbang apakah ia harus menceritakan apa yang terjadi tadi sore atau tidak pada Rizky.
“Kamu kenapa, Reina? Ada terjadi sesuatu?” tanya Rizky dengan lembut yang membuat perasaan Reina semakin tidak karuan. Andai Rizky ada disampingnya, tentu ia bisa berlari kedekapan hangat milik Rizky. Reina memaki jarak yang harus memisahkannya dengan Rizky.
Tell me, Princess. Are something happen that I don’t know?”
Reina memiringkan kepalanya lalu membaringkannya dengan posisi pipi menempel pada bantal. Ia menghela nafasnya, tangan Reina bergerak menuju layar laptop dan mengelus layarnya tepat dimana wajah Rizky berada.
“Aku lagi kesal sama Abimanyu. Dia...,” belum sempat Reina menyelesaikan ucapannya, Rizky sudah lebih dulu memotong ucapannya dengan pertanyaan.
“Apa yang dilakukan Abimanyu sama kamu?” Reina sedikit merinding mendengar nada bicara Rizky. Ia juga melihat raut wajah Rizky yang berubah.
“Nggak pa-pa. Aku cuma kesal, Ky.”
“Kamu jauhin aja dia. Aku nggak suka sama dia. Aku takut dia macam-macam terus nyakitin kamu.” Reina mengangguk. Ia merasa lega melihat raut wajah Rizky yang melunak dan nada suaranya pun kembali melembut.
“Iya, aku juga nggak mau dekat-dekat sama dia lagi.”
Senyuman yang terbit diwajah Rizky membuat Reina meleleh. Tidak terhitung lagi bagaimana senyuman itu membuat Reina selalu jatuh hati pada pemiliknya.
“Lihat kamu senyum kayak gitu, aku jadi makin kangen.”
Rona merah itu menghiasi wajah Reina. Raut sedih yang sempat tampak, kini telah menghilang. Reina kembali terlihat ceria dan bersemangat. Mata Reina menatap dalam Rizky yang hanya bisa ia tatap lewat gadget.
“Aku juga kangen banget sama kamu. Pengennya besok udah bulan depan biar kamu bisa pulang,” ucapnya dengan manja yang direspon kekehan oleh Rizky.
“Iya, Princess. Aku juga kangen banget sama kamu.”
Reina menatap Rizky yang pandangannya tidak lagi tertuju padanya. Sepertinya Rizky sedang berbicara dengan seseorang. Reina mempertajam pendengarannya, ia menangkap suara perempuan sedang berbicara dengan Rizky. Tidak lama kemudian, perhatian Rizky kembali tertuju pada Reina. Reina pun langsung menodong Rizky dengan pertanyaan.
“Siapa, Ky?”
“Rekan kerja aku disini. Namanya Sari. Kemarin aku dapat tugas buat satu tim sama dia,” jelas Rizky. Tiba-tiba saja rasa penasaran muncul di hati Reina. Ia penasaran dengan perempuan bernama Sari tersebut.
“Sari gimana orangnya? Kamu cuma berdua sama si Sari itu?”
“Dia cantik walaupun masih tetap kamu yang lebih cantik. Dia juga baik. Nggak, Princess. Tim aku ada lima orang. Aku, Budi, Irfan, Sari sama Sofia.” Reina menganggukkan kepalanya. Kepalanya yang sempat terangkat, kini kembali ia baringkan diatas bantal.
“Kamu jangan nakal disana, ya. Jaga hati kamu buat aku,” kata Reina dengan pelan. Ia berdoa agar hubungannya dengan Rizky selalu baik-baik saja walaupun harus melewati rintangan.
“Hati aku cuma buat kamu, Princess. Kamu nggak perlu takut. Aku cuma cinta sama kamu.”
Reina tersenyum lebar. Rizky memang selalu bisa membuatnya melayang. Apalagi selama ini Rizky selalu membuktikan kata-kata yang keluar dari mulutnya tidak hanya sekedar ucapan.
“Aku juga cinta sama kamu, Ky.”.
*******
Reina bergegas menuju lift yang ada di basement. Ia berusaha secepat mungkin agar segera bisa mencapai lift tanpa menghiraukan panggilan di belakangnya. Reina memencet tombol lift, namun lift sepertinya sedang berproses. Reina terpaksa menunggu dengan tidak sabaran. Ia ingin segera pergi dari basement menuju lantai tempat kerjanya.
Tepat saat lift berdenting, Reina bergegas masuk. Namun Reina merasakan tangannya dicekal dan ditarik. Reina berusaha menarik tangannya dan memberontak agar tangannya bisa terlepas. Namun, tangannya digenggam dengan sangat erat hingga Reina tidak bisa melepaskannya dan malah orang yang mencekal tangannya ikut masuk ke lift.
“Lepas, Nyu! Keluar lo dari sini!” bentak Reina.
“Nggak, Rei. Gue cuma mau minta maaf.”
“Gue udah bilang, gue udah maafin lo, Nyu.”
“Tapi gue mau kita kayak dulu lagi, Rei.”
Reina melangkah mundur saat Abimanyu maju mendekatinya hingga tubuhnya membentur dinding lift sebelah kiri. Tiba-tiba saja ia merasa takut pada Abimanyu. Apalagi sekarang mereka hanya berdua di lift. Pikiran-pikiran buruk tentang Abimanyu mulai menyeruak di kepala Reina.
“Mundur, Nyu. Gue nggak mau dekat-dekat sama, lo!” Reina memberi jarak antara tubuhnya dengan Abimanyu dengan tangannya. Raut ketakutan telihat jelas di wajah putih Reina.
“Nggak. Sebelum lo maafin gua, gue nggak bakalan ngelepasin lo, Rei. Lo tahu ‘kan gue bisa melakukan apapun yang gue mau? Termasuk buat bikin lo maafin gue dengan cara apapun, Rei!”
Tubuh Reina semakin gemetar karena Abimanyu hanya berjarak dua jengkal darinya. Reina semakin menghimpitkan tubuhnya ke dinding lift. Matanya mulai memerah dan wajahnya semakin memucat karena pikiran-pikiran buruk semakin menyeruak di kepalanya. Reina menggenggam erat tasnya sambil memejamkan matanya. Dengan pelan, Reina menyebut nama Rizky dan berharap Rizky datang menolongnya.
“Tolong, Ky. Aku takut.”.

***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Kesembilan Belas event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan. Terima Kasih.

Jumat, 28 April 2017

Kalau jodoh, Kita Pasti... (Enam) (#30DWCJILID5)



Hari-hariku kembali seperti semula. Setiap harinya selain hari libur atau tidak ada kegiatan di kampus, aku membantu orang tuaku berjualan di rumah seperti biasanya. Aku dan Sarah juga masih melakukan hal seperti sebelumnya. Aku semakin sering menemaninya makan dan mendapat traktiran. Ia juga sering mengajakku pergi sepulang kuliah yang kadang-kadang ku tolak karena aku harus menjaga toko. Tetapi sebagai gantinya, ia akan ikut ke rumahku dan menemaniku menjaga toko sampai sore.
Namun, kadang-kadang aku merasa ada yang kurang dan berbeda. Sejak beberapa bulan yang lalu, aku memiliki kebiasaan baru setiap malamnya. Sebelumnya, setiap malam jika tidak ada tugas kuliah, aku menghabiskan waktuku sesudah sholat Isya didepan televisi bersama adikku. Tetapi sejak hampir empat bulan yang lalu, aku lebih senang bersembunyi di kamar sambil bermain ponsel, berkirim dan berbalas pesan dengan seseorang.
Namun kini aktivitas tersebut tidak ada lagi. Ponselku kembali sepi setiap malamnya. Hanya Sarah yang rajin mengirimiku pesan yang kadang isinya aneh. Walaupun begitu, aku tahu apa tujuan Sarah. Ia hanya ingin menghiburku setelah kejadian dua minggu yang lalu.
Keesokan harinya, setelah pertemuanku dengan Firman di kafe yang berakhir dengan kekecewaannya, aku tidak lagi melihat batang hidung Firman. Ia tidak lagi terlihat dibeberapa titik yang biasanya menjadi tempat tongkrongannya. Aku juga tidak lagi melihat motor atau mobil yang biasanya sering dipakai oleh Firman saat aku datang ataupun pulang kuliah. Kekhawatiranku tentang Firman membuat pikiranku bercabang-cabang tentang bagaimana keadaan lelaki tersebut. Apakah ia baik-baik saja? Apakah ia masih kecewa denganku? Apakah kini ia berbalik membenciku? Entahlah. Tetapi semoga saja itu tidak terjadi.
Sejak saat itu pula, tidak ada satu pesanpun dari Firman yang masuk ke ponselku. Bahkan ia tidak membalas pesan permintaan maafku. Aku sempat mengiriminya pesan sebanyak tiga kali, tetapi tidak ada satupun yang mendapat balasan darinya. Aku semakin merasa jika kini Firman membenciku.
*******
Ujian semester hampir tiba. Tugas kuliahpun semakin menumpuk demi mengejar  nilai akhir yang memuaskan. Tugas-tugas tersebut sedikit membantuku melupakan apa yang baru saja terjadi. Kini perhatianku tertuju pada ujian semester yang akan dilaksanakan dua minggu lagi.
Aku dan Sarah sering menghabiskan waktu di perpustakaan. Setiap harinya, kami pergi ke perpustakaan mencari buku-buku yang diperlukan untuk mengerjakan tugas-tugas yang belum selesai. Sesekali kami juga pergi ke beberapa toko buku mencari buku yang tidak ada di perpustakaan kampus. Aku merasa kehidupanku telah benar-benar kembali seperti sebelumya. Kini hari-hariku kembali diisi dengan kegiatan kuliah dan membantu orang tua. Walaupun begitu, aku merasakan ada kekosongan dalam hatiku. Rasa sepi yang menjadi saksi bahwa rasa itu pernah singgah dihatiku.


***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Kedelapan Belas event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan. Terima Kasih.

Kamis, 27 April 2017

Randi dan Yasmin (Enam) (#30DWCJILID5)



Yasmin berteriak dengan kencang agar Randi mempercepat kayuhan sepedanya. Ia berteriak sambil tertawa yang membuat Randi menggelengkan kepalanya, namun ia tetap terus mengayuh pedal sepedanya dengan cepat. Mereka sedang berlomba dengan Hans dan Lova. Mereka berlomba balap sepeda dari taman sampai rumah keluarga besar Routh.
Tangan Yasmin bertengger dengan erat di pundak Randi yang sesekali menepuk pundak tersebut untuk menyemangati Randi. Saat jarak hanya tinggal tiga meter, Randi dan Yasmin berhasil menyamai Hans dan Lova. Teriakan Yasmin semakin menjadi-jadi menyuruh Randi agar semakin mempercepat kayuhan sepedanya. Jarak yang semakin dekat membuat kedua anak lelaki tersebut semakin mengayuh pedal sepedanya dengan kecepatan penuh. Tetapi akhirnya hanya satu sepeda yang lebih dulu masuk ke dalam rumah keluarga besar Routh.
Yasmin turun dari sepeda dan langsung berteriak sambil melompat-lompat karena berhasil masuk lebih dulu. Ia mendekati Randi dan memeluk anak lelaki itu. Keduanya tampak saling tersenyum puas karena berhasil memenangkan perlombaan kecil tersebut. bagi Yasmin, ia senang karena berhasil mengalahkan Hans. Terlebih lagi mereka sudah membuat perjanjian, jika Yasmin menang Hans mau bermain bersama Yasmin selama tiga hari. Sedangkan bagi Randi, melihat senyum Yasmin sudah lebih cukup daripada memenangkan perlombaan apapun.
Yasmin melepaskan pelukannya saat melihat Hans masuk dengan menuntun sepedanya bersama Lova. Ia langsung berlari menyusul Hans dan Lova dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya.
“Mas Hans kalah, Mas Hans tidak boleh curang. Mas Hans harus bermain denganku.”
Yasmin menatap wajah tanpa senyum Hans. Bagi Yasmin, raut wajah tersebut memang ciri khas Hans. Senyuman Hans adalah hal yang langka setelah Hans ditinggalkan pergi oleh Ibunya. Sekeras apapun Yasmin berusaha membuat Hans tersenyum, ia tetap tidak bisa melakukannya.
“Ya.”
Yasmin terdiam mendengar jawaban pendek Hans. Ia hanya diam saat Hans kembali menuntun sepedanya, meninggalkan ia yang masih ingin bicara. Senyum Yasmin perlahan memudar seiring matanya yang masih terus menatap Hans yang berjalan menuju garasi dan meletakkan sepedanya disana. Mata Yasmin mulai berkaca-kaca dan siap mengalirkan air dari mata indahnya tersebut.
Randi mendekati Yasmin yang hanya terdiam setleh Hans meninggalkannya. Randi melihat punggung Yasmin bergetar. Randi menyentuh lengan Yasmin, ia cukup kaget saat Yasmin memeluknya dengan cepat sambil mengeluarkan isak tangis.
“Kenapa kau menangis, Yasmin?” tangan Randi mengusap punggung Yasmin yang tertutup baju kaos lengan pendek berwarna merah muda dan celana jeans berwarna biru tua dengan panjang tiga per empat.
“Mas Hans jahat. Mas Hans tidak mau bermain denganku,” ucap Yasmin yang diselingi isak tangis. Ia menangis sesenggukan sambil bersandar didada Randi.
“Bukan begitu, Yas. Lagipula ini sudah sore. Kau bisa bermain dengan Hans mulai besok. Kau bisa bermain sampai puas.”
Sebenarnya Randi merasa prihatin dengan Yasmin yang sering diabaikan oleh Hans. Ia sering melihat Yasmin berusaha keras agar Hans mau menghiraukannya. Semua yang dilakukan Yasmin hanya untuk menarik perhatian Hans. Tidak jarang pula Randi melihat Yasmin menangis saat Hans mengabaikannya. Kadang-kadang ia juga merasa marah pada Hans. Randi tidak habis pikir mengapa Hans lebih memilih bersama Lova daripada Yasmin.
“Bagaimana kalau besok Mas Hans ingkar janji?”
“Tidak akan. Lelaki sejati tidak akan mengingkari janjinya, Yas. Dan aku yakin Hans tidaklah seperti itu.” Yasmin kembali terdiam sambil menatap Randi. Isak tangisnya mulai mereda dan tangan kanannya menyeka air mata dibawah matanya.
“Benarkah?” Randi mengangukkan kepalanya menjawab pertanyaan Yasmin. Tangan Randi memeluk erat pinggang anak tersebut yang tampak nyaman bersandar pada tubuhnya.
“Tapi bagaimana kalau besok Mas Hans tidak mau bermain denganku?”
Tangan kiri Randi bergerak keatas menuju kepala Yasmin. Tangannya mengelus rambut hitam milik anak perempuan tersebut dan mengenyampingkan anak rambut yang ada didahinya.
“Ada aku, Yasmin. Aku akan selalu menemanimu.”
“Benarkah?”
Ada keraguan yang terdengar dari suara Yasmin. Namun jawaban Randi membuat ia percaya dan menganggukkan kepalanya serta kembali memeluk tubuh Randi.
“Aku lelaki Yasmin. Kau ingatkan apa yang baru saja kukatakan tentang lelaki sejati?”.



***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Ketujuh Belas event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan. Terima Kasih.