Sejak kejadian dua hari yang lalu, Reina
sudah kembali bekerja. Ia sempat was-was jika Abimanyu masih nekat menemuinya. Namun
ketakutannya tidak terjadi. Abimanyu tidak lagi mendatanginya.
Reina merasa sangat lega. Ketakutannya akan
Abimanyu perlahan memudar dan ia sudah bisa kembali beraktivitas dengan ceria. Walaupun
rasa rindunya pada Rizky masih terus berlanjut, Reina cukup berbahagia dan
bersabar menunggu Rizky pulang.
Reina benar-benar memanfaatkan waktu
cuti Rizky yang hanya lima hari. Selama lima hari, ia menghabiskan waktunya
bersama Rizky. Ia bahkan rela berpura-pura sakit agar tidak bekerja dan Rizky
bisa menemaninya. Reina tidak peduli, ia hanya ingin menghapuskan rasa rindunya
pada Rizky yang telah terpisah tiga bulan dan harus kembali berpisah untuk tiga
bulan berikutnya.
*******
Waktu masih terus berputar meninggalkan
hari-hari kermarin yang menjadi kenangan. Dengan setia, Reina menandai setiap
hari pada kalender kantornya. Tanda tersebut menunjukkan waktu kepulangan Rizky
yang tersisa 29 hari lagi. Ia benar-benar tidak sabar menunggu tanggal 19
dimana Rizky akan kembali ke Jakarta. Namun yang lebih dinantikan Reina adalah
kata-kata yang diucapkan Rizky saat ia harus kembali ke Kalimantan.
“Sepulang
dari Kalimantan nanti, aku akan ajak keluarga aku ke rumah. Kamu sudah siap ‘kan?”
Kalimat tersebut selalu membuat Reina
tersenyum membayangkannya. Ia tidak menyangka jika Rizky benar-benar serius
dengan ucapannya. Rizky juga meminta Reina mulai mencari tahu tentang persiapan
lamaran dan pernikahan. Kadang-kadang mereka membahas hal tersebut saat
bertelepon ria.
Rizky sudah meminta Reina mencari EO untuk acara lamaran mereka. Awalnya
Rizky ingin menyiapkan sendiri, namun akhirnya ia mengalah karena Reina ingin
menggunakan EO seperti yang digunakan
temannya saat lamaran dulu. Kadang mereka juga bertengkar karena hal sepele
seperti selisih pendapat tentang acara lamaran. Namun akhirnya yang menyerah
adalah Reina. Reina tidak bisa berlama-lama mendiamkan Rizky dan berhasil
membuang egonya jauh-jauh dengan menghubungi kekasihnya itu terlebih dahulu.
*******
“Aku maunya pake paper flower buat backgroundnya,
Ky,” kata Reina sambil menuliskan ‘paper
flower’ di buku catatannya. Ia sedang membicarakan acara lamaran dengan
Rizky via telepon setelah makan malam.
“Terserah kamu, Princess. Tapi kita harus tetap pakai batik dan kebaya.”
“Iya, aku nurut sama kamu kalau masalah
itu,” kata Reina. Sebenarnya Reina tidak memiliki masalah dengan pakaian yang
harus digunakan saat lamaran. Ia hanya ingin memonopoli masalah desain tempat
acara dan segala yang berhubungan dengan hal tersebut.
“Oh ya, Ky, kita ngundang siapa aja?”
“Keluarga sama teman dekat aja. Biar nggak
terlalu rame. Nanti pas acara nikah aja kita undang semuanya.” Reina kembali menuliskan
daftar undangan. Atas saran temannya, Reina mulai mendata dan menulis apa-apa
yang perlu tentang acara lamarannya.
“Kamu udah ngehubungin pihak EO-nya?” tanya Rizky setelah hening
selama dua menit.
“Udah, mereka ngasih jadwal lusa buat
ketemunya,” jawab Reina.
“Ya udah, aku percaya sama kamu. Kamu pasti
bisa nge-handle untuk acara ini.” Senyum
Reina mengembang. Salah satu hal yang disukai Reina dari Rizky adalah
kepercayaan Rizky yang begitu luar biasa padanya. Tetapi tidak pernah
sedikitpun Reina berpikir untuk mengkhianati Rizky.
“Iya, kamu serahin aja semuanya sama
aku. Pokoknya nanti kamu tinggal terima beresnya aja.”
Sekilas Reina mendengar tawa Rizky yang
memnacing senyumannya. Reina mengubah posisinya yang telungkup menjadi
berbaring karena penat yang dirasakannya.
“Aku nggak sabar buat pulang minggu
depan.”
“Aku juga, Ky. Aku udah kangen banget
sama kamu.”
Reina menyadari banyak perubahan yang
terjadi pada dirinya sejak ia menjalin hubungan dengan Rizky. Ia begitu
bersyukur menemukan Rizky dan memiliki Rizky.
“Aku juga, Reina. Aku juga kangen banget
sama kamu.”.
*******
Reina menatap gelisah ponselnya. Besok adalah
hari kepulangan Rizky. Namun Reina malah merasa tidak senang. Sejak lima hari
yang lalu, Rizky mendadak sulit dihubungi. Ia memberi alasan ada pekerjaan yang
harus ia selesaikan sebelum ia kembali. Bahkan Rizky sering mematikan ponselnya
dan hanya mengirim pesan saat pagi dan malam hari.
“Kenapa kamu, Rei?” tanya Melya yang
bingung dengan Reina yang tampak uring-uringaan.
“Rizky nggak bisa dihubungi, Mel. Padahal
gue mau nanya kapan dia landing besok biar bisa gue jemput.”
“Mungkin Rizky sibuk, Rei.”
“Tapi nggak biasa-biasnaya Rizky kayak
gini, Mel,” ucap Reina dengan lesu.
“Udah, positive thinking aja. Mending lo temenin gue ke pantry, gue pengen bikin kopi,” kata Melya yang mendapat anggukkan
kepala dari Reina.
Setelah kembali
ke ruangannya, Reina membuka ponselnya yang ia tinggal dengan tangan kirinya
sedangkan tangannya membawa secangkir kopi hitam. Reina menyukai kopi hitam
karena tidak membuat lambungnya perih. Reina membaca pesan yang masuk, salah
satunya dari Rizky. Namun pesan dari Rizky membuatnya berteriak hingga membuat
teman-temannya menatap ke arahnya.
“Ada apa, Rei?”
tanya Melya yang langsung menghampiri Reina setelah mendengar suara teriakan
perempuan tersebut.
Reina tidak
menjawab, ia memberikan ponselnya pada Melya. Melya hanya menganggukkan
kepalanya sambil kembali menyerahkan ponsel Reina. Sebelum pergi meninggalkan
Reina, Melya sempat berucap yang membuat Reina berteriak kesal.
“Sabar aja, Rei.
Anggap aja cobaan buat lamaran, lo.”.
*******
Reina menatap
kalender di meja kerjanya. Sekarang sudah tanggal 20. Seharusnya Rizky sudah
ada di Jakarta, namun lelaki itu tidak mengabarinya sama sekali. Bahkan ponselnya
mati sejak kemarin. Rizky hanya sempat memberi kabar dan mengatakan untuk
segera pulang. Sejak kemarin mood
Reina benar-benar kacau. Ia tidak bisa berkonsentrasi. Untung saja ia tidak
mendapat deadline mendadak. Dan juga
ada Melya yang membantu menyelesaikan pekerjaannya.
“Rei, pulang
kerja kita ke kafe, yuk. Gue lagi bosen, lo juga kayaknya perlu hiburan.”
Reina menganggukkan
kepalanya menjawab ajakan Melya. Ia menelungkupkan kepalanya diatas meja sambil
menatap fotonya bersaa Rizky yang ia simpan didalam sebuah figura berukuran
kecil.
“Udahlah, Rei. Yang
penting Rizky nggak pa-pa. Lagipula acara lamaran lo tiga minggu lagi ‘kan? Masih
sempet nungguin Rizky pulang.”
Lagi-lagi Reina
hanya menjawab dengan anggukan kepala yang membuat Melya menggelengkan
kepalanya. Melya memilih meninggalkan Reina dan membiarkan perempuan tersebut
bermain-main dengan dunianya sendiri.
Seperti yang
sudah dijanjikan, Melya mengajak Reina
ke sebuah kafe. Reina hanya diam dan tidak banyal bertanya kemana Reina
membawanya. Ia hanya terus diam sambil menatap ke arah jalanan yang mereka
lewati.
Melya memarkir
mobilnya di depan sebuah kafe. Ia mengajak Reina masuk. Tetapi saat didepan
pintu masuk, langkah kaki Melya terhenti. Ia membuka tas tangannya dan tampak
sedang mencari sesuatu.
“Kenapa, Mel?”
tanya Reina yang melihat Melya sedang membongkar isi tasnya.
“Ponsel gue
ketinggalan. Lo duluan aja, gue mau nyari di mobil dulu.”
Tanpa banyak
bicara Reina menuruti ucapan Melya. Ia terus berjalan meninggalkan Melya yang
berbalik sambil tersenyum. Melya mengeluarkan ponselnya yang ia sembunyikan
dibagian dasar tas tangannya.
Reina membuka
pintu kafe. Ia bingung dengan kafe yang tampak sepi. Tetapi mata Reina menyipit
melihat bucket bunga yang ada di
sebuah meja ditengah ruangan. Reina melangkahkan kakinya menuju meja tersebut.
Ia meraih bucket bunga tersebut dan
membuka kertas pesan yang ada di bucket tersebut.
“Naik ke lantai
dua, Princess.”
Reina membaca
pesan tersebut. Ia mengenali tulisan dan panggilan yang tertulis di kertas
tersebut. Dengan segera Reina menengok mencari tangga dan ia menemukannya
disamping kirinya.
Reina membawa
bucket bunga itu ditangan kirinya. Reina merasa jantungnya berdegup kencang
seiring langkah kakinya menuju lantai dua. Semakin dekat dengan ujung tangga,
semakin bertambah kencang pula degup jantung Reina.
Keadaan yang
sedikit gelap menghalangi pandangan Reina. Namun setelah kakinya jalan beberapa
langkah, keadaan yang gelap tersebut berubah menjadi terang benderang dengan
lampu hias yang ada di dinding membentuk tulisan ‘I Love You, Reina’.
Reina memekik
saat mendapati lelaki yang membuatnya uring-uringan berada di tengah ruangan. Rizky
di kelilingi lilin yang disusun menjadi bentuk hati. Reina tidak bisa menahan
air matanya saat melihat lelaki yang sangat dirindukannya tersenyum kepadanya.
“Apa yang kamu
lakukan disini, Ky?” tanya Reina setelah terdiam karena menangis. Reina juga
hanya diam saat Rizky mendekatinya dan membiarkan kekasihnya tersebut menariknya
menuju tempatnya berdiri ditengah lilin bentuk hati.
“Aku tahu kamu
pasti marah sama aku, tapi beberapa hari ini aku sibuk nyiapin semua ini. Aku
minta maaf, Princess.” Reina merasakan detak jantungnya yang sempat mereda kembali
berdetak dengan kencang mendengar suara Rizky.
“Sebelum aku
datang sama keluarga aku ke rumah kamu, aku ingin memastikan satu hal, Reina.
Aku ingin memastikan kalau kamu benar-benar bersedia menjalani sisa hidup kamu
sama aku.”
“Aku nggak
meragukan kamu, tapi saat ini biarkan aku bertanya dengan sepenuh hati dan
harapan yang seluas langit untuk aku bisa memiliki kamu. Will you marry me, Reina Saputri Gunawan?”
Reina menutup
mulutnya yang terbuka dengan tangan saat Rizky berlutut dengan tangan yang
menyodorkan sebuah kotak kecil berbahan beludru berwarna merah yang berisi
cincin dengan permata berwarna biru tua yang terlihat cantik. Tanpa menunggu
lama, Reina menganggukkan kepalanya yang membuat senyum Rizky mengambang.
“I do, Ky. I do.” Rizky bangkit dengan senyum yang mengembang. Tanpa buang
waktu ia memasangkan cincin tersebut ke jari manis Reina. Tidak lupa ia
mengecup kepala Reina dan memeluk tubuh perempuan yang sangat dicintainya itu.
“Thank you, Princess. I love you,” bisik
Rizky.
“I love you too, Ky.”.
*TAMAT*
***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Kedua Puluh Sembilan event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan.
Terima Kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar