Senin, 08 Mei 2017

Randi dan Yasmin (Sembilan) (#30DWCJILID5)



Sejak lima hari yang lalu Yasmin lebih senang menyendiri. Ia lebih senang berdiam diri di gazebo ataupun kolam renang. Yasmin dilanda dilema antara tetap pergi atau membantah Mamanya untuk pertama kalinya. Ia sudah mengungkapkan rasa berat dihatinya karena harus ke New York bersama Hans. Namun Mamanya mengatakan kalau ia tidak punya pilihan lain selain menerima keputusan Pamannya, Christian.





Untuk pertama kalinya Yasmin merasa berat hati seperti ini. Selama ini asalkan bersama Hans, Yasmin tidak akan menolak. Namun rasanya berbeda dengan saat ini. Kedekatannya dengan Randi adalah hal yang membuat Yasmin merasa sulit untuk pergi.
Selama beberapa tahun ini, Yasmin memiliki banyak kenangan bersama Randi. Randi mengajarinya banyak hal. Randi selalu menemaninya. Randi juga melindunginya. Randi membuat warna tersendiri di hidup Yasmin. Dan ia sungguh merasa berat jika harus meninggalkan Randi.
Mungkin sekarang Yasmin memiliki ketergantungan dengan Randi. Karena remaja yang tengah beranjak dewasa tersebut selalu mampu menenangkan Yasmin saat ia merasa gundah. Yasmin menyukai pelukan hangat Randi. Ia merasakan disayangi dan dilindungi saat Randi memeluknya. Salah satu hal yang kadang-kadang membuat Yasmin tersenyum sendiri saat membayangkannya.
“Nona Yasmin, apa Nona tidak mau masuk?”
Yasmin menoleh ke arah kiri dimana Maisya menatapnya dengan raut cemas. Yasmin menggeleng. Ia masih ingin duduk di tepi kolam sambil bermain air dengan kakinya.
“Nona terlalu lama bermain air. Nona tampaknya sudah kedinginan.”
Sebagai orang yang mengasuh Yasmin sejak kecil, Maisya mengerti jika putri majikannya ini sedang bersedih. Selama ini, Maisya selalu melihat raut penuh tawa di wajah Yasmin. Sangat berbeda dengan raut wajah yang saat ini tampak di wajah cantik tersebut.
“Ada apa, Nona? Saya lihat beberapa hari ini Nona tampak sedih.”
Maisya ikut duduk di tepi kolam. Ia ingin menemani Yasmin dan mendengar keluh kesah anak perempuan yang mulai beranjak remaja tersebut.
“Aku tidak ingin pergi, Bi. Aku ingin disini. Tapi Mama bilang, aku harus pergi menemani Mas Hans.”
“Bukannya Nona senang bisa menemani Tuan Hans?” Yasmin menganggukkan kepalanya. Maisya mengusap kepala anak majikannya itu dengan lembut. Dan jawaban Yasmin membuat Maisya sadar apa yang sebenarnya membuat Yasmin enggan untuk pergi.
“Aku memang senang. Tetapi disana nanti tidak ada yang menemaniku saat Mas Hans mengabaikanku. Tidak akan ada yang menghiburku saat aku sedih. Kalau disini aku punya Randi yang selalu menemani dan menghiburku”.

*******

Tiga hari menjelang keberangkatannya, Yasmin mulai memasukkan barang-barangnya dibantu oleh Maisya. Dengan wajah yang semakin terlihat sedih, Yasmin memasukkan beberapa barang pemberian Randi ke dalam koper berukuran besar. Ada lima buah boneka berbagai bentuk berukuran sedang pemberian Randi yang ia masukkan ke koper. Ia menyisakan satu bantal berbentuk hati berwarna ungu pemberian Randi sebagai hadiah kelulusannya minggu lalu.
“Apa masih ada barang yang belum dimasukkan, Nona?” tanya Maisya setelah mengunci satu buah koper berukuran besar yang berisi pakaian Yasmin.
“Sudah, Bi. Terima kasih.” Maisya menganggukkan kepalanya. Ia menarik koper tersebut dan meletakkannya di sudut kamar.
“Apa Nona Yasmin haus? Mau saya ambilkan minuman dan kue?” Yasmin menggeleng. Ia memeluk bantal pemberian Randi dengan erat. Sudah beberapa hari Randi tidak menemuinya. Terakhir Randi hanya datang sebentar dan langsung pergi tanpa mengajaknya bicara.
“Saya permisi dulu, Nona,” pamit Maisya. Setelah Yasmin menganggukkan kepalanya, Maisya meninggalkan Yasmin sendirian di kamarnya.
Yasmin turun dari kamarnya dengan bantal hati yang masih ia pegang. Ia berniat untuk selalu membawa bantal itu kemanapun. Yasmin terus berjalan keluar rumah menuju gazebo dekat kolam renang. Yasmin begitu kaget saat melihat Randi sedang duduk di gazebo. Senyum Yasmin mengembang dan ia segera menyusul Randi yang duduk dengan posisi membelakanginya.
Yasmin langsung memeluk Randi dengan erat yang hampir membuat lelaki tersebut kehilangan keseimbangannya. Yasmin begitu senang karena akhirnya bisa kembali memeluk Randi. Yasmin memejamkan matanya meresapi betapa nyamannya pelukan lelaki tersebut. Sebuah pelukan yang selalu dirindukannya
“Kau kemana saja? Aku kesepian disini.”
Tidak ada jawaban dari Randi. Namun tangan Randi terus mengelus punggung dan kepala Yasmin yang disandarkannya di dada Randi.
“Aku sangat kesepian. Aku tidak punya teman.”
“Kau punya aku, Yasmin,” jawab Randi dengan singkat.
“Tapi tidak disana nanti. Aku akan sendirian. Aku tidak mau kesana, Ran. Aku mau disini.”
Tangis Yasmin akhirnya pecah. Secara tidak sadar, ia telah mengatakan isi hatinya yang membuat Yasmin terus bersedih.
“Sudah, Yas. Aku tidak mau mendengarmu menangis,” bujuk Randi sembari menghapus air mata Yasmin. Namun Yasmin masih terus menangis yang akhirnya hanya dibiarkan oleh Randi.
Yasmin memiliki kebiasaan jika menangis, ia akan terus menangis dan akan berhenti setelah ia merasa lelah. Tetapi biasanya Randi bisa dengan cepat menenangkan Yasmin. Namun sepertinya saat ini Yasmin sangat bersedih hingga ia tidak berhenti menangis bahkan lebih dari setengah jam.
“Ran, aku tidak mau ke sana,” rengek Yasmin setelah isak tangisnya reda. Yasmin menatap Randi yang terlihat sendu. Randi yang biasanya selalu tersenyum tampak muram seperti dirinya.
“Aku juga tidak mau kau pergi, Yasmin.”
Randi mengelus pipi Yasmin. Selama beberapa hari ini ia memikirkan perasaannya. Tidak hanya Yasmin, Randi juga merasa berat saat Yasmin harus pergi dengan jarak yang terlampau jauh.
“Beberapa hari ini aku memikirkannya, Yas. Aku tidak mau kau pergi. Tetapi aku tidak bisa apa-apa. Dan juga ini semua demi kebaikanmu.”
Ucapan Randi memancing rasa sedih Yasmin. Matanya kembali berair dan siap tumpah membasahi pipinya.
“Kebersamaan kita membuatku tidak ingin jauh darimu, Yas. Aku ingin selalu disampingmu. Aku ingin selalu memelukmu seperti ini.” Randi kembali memeluk Yasmin. Yasmin sendiri juga membalas pelukan Randi yang selalu membuatnya nyaman dan hangat.
“Aku juga, Ran. Aku juga merasa nyaman seperti ini.”
Randi tersenyum mendengar ucapan Yasmin. Ucapan Yasmin membuatnya merasa kalau Yasmin juga memiliki rasa seperti yang ia rasakan. Randi mengurai pelukannya, namun ia tetap menahan tubuh Yasmin dengan kedua lengannya.
“Maukah kau berjanji satu hal?” Randi menatap Yasmin dengan lekat. Mata mereka saling beradu dan menghipnotis satu sama lain.
“Apa, Ran?”
“Aku menyayangimu, Yasmin. Maukah kau menjaga hatimu untukku?” Yasmin mengerjapkan matanya mendengar ucapan Randi. Ia sedikit kebingungan dengan maksud Randi yang terdengar ambigu.
“Apa maksudmu, Ran?” Randi kembali tersenyum, tangannya mengelus wajah Yasmin dengan pelan.
“Pergilah bersama Hans. Tapi jangan biarkan ada orang lain masuk ke hatimu selain aku. Aku akan menunggumu disini.”
Walaupun masih belum begitu mengerti, Yasmin menganggukkan kepalanya. Ia merasa sedikit lebih tenang walaupun ia masih merasa tidak ingin pergi. Tetapi ucapan Randi seakan memberi makna kalau Randi tidak ingin kehilangannya. Untuk saat ini, semua itu cukup untuk Yasmin.
“Aku menyayangimu, Yasmin. Dan aku akan menunggumu.”
“Aku juga menyayangimu, Randi. Aku pasti akan kembali”.


*TAMAT*
***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Kedua Puluh Delapan event #30DWCJilid5. Mohon kritik dan saran untuk setiap kekurangan. Terima Kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar