Aku mempercepat langkah kakiku saat
ruangan yang kutuju sudah didepan mata. Tanganku memegang bungkus plastik
berwarna putih berisi buah apel. Didepan ruangan, tampak seorang wanita yang
menggunakan kerudung lebar berwarna biru muda dan gamis hijau sedang berbicara
dengan seorang lelaki yang memakai baju kaos berwarna putih dan celana hitam. Mereka
menoleh kearahku dan tersenyum.
“Assalamu’alaikum,”
sapaku sambil mencium tangan pasangan tersebut.
“Wa’alaikumus salam. Masuk, Ya. Rara ada di dalam,” kata sang lelaki sambil menggeser tubuhnya dari depan pintu dan mempersilahkan aku masuk.
Pasangan tersebut sudah mengenalku cukup
lama. Walaupun kami jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, tetapi
mereka selalu menyambutku dengan hangat saat bertemu ataupun saat aku
berkunjung ke rumah mereka.
Aku masuk ke dalam ruangan bercat putih
dimana ada dua brankar disana. satu brankar kosong ada di sudut kiri ruangan. Dan
satunya lagi berada di tangah dimana seorang perempuan berbaring diatasnya
sambil tersenyum kepadaku.
“Bagaimana rasanya?” tanyaku saat aku
berdiri disamping kanan brankar. Aku meletakkan bungkusan plastik yang kubawa
di atas meja.
“Sakit, tapi rasanya luar biasa. Nanti
kau juga akan merasakannya,” jawabnya sambil mengumbar senyum bahagia yang
kutangkap sebagai sedikit ejekan yang terlihat dari lirikan matanya. Aku hanya
mengendikkan bahuku sambil berucap singkat.
“Aamiin.
Sabar ya, Nak, kita tunggu Abi
dulu.” Aku mengucapkan kalimat tersebut sambil mengelus perutku yang sedikit
buncit. Bukan karena ada seorang bayi disana, melainkan lemak yang tersisa
karena makanan yang kumakan.
Aku dan Rara tertawa. Aku menatap Rara
yang masih terlihat lemah. Mataku mulai menjelajahi ruangan. Aku melihat
pasangan yang kutemui di depan ruangan sambil berbicara dengan seorang lelaki
yang berusia sekitar 28 tahun. Mataku terus berkeliaran namun aku tidak
menemukan yang kucari.
“Mana dia?” tanyaku lagi.
“Ada di ruangan sebelah,” jawab Rara. Karena
tidak ada kursi dan aku sudah lelah berdiri, akhirnya aku duduk ditepi brankar
dengan posisi kaki yang menjuntai.
“Akhirnya, ya. Setelah menunggu cukup
lama, dia lahir juga,” kataku memecah keheningan diantara kami.
“Rasanya penantian dan perjuanganku
sampai pada akhir yang kuharapkan. Dia bisa lahir dengan selamat dan sehat.”
Aku menganggukkan kepalaku. Kemarin malam,
Rara baru saja melahirkan. Sejak kemarin aku sering menghubunginya untuk
mengetahui kabarnya. Dan tadi malam, putri pertamanya telah lahir.
Telingaku menangkap suara tangisan yang
langsung membuat kepalaku terputar menuju arah suara tersebut. Disana seorang
perempuan menggunakan baju putih serta celana dan kerudung hitam berjalan ke
arah kami.
“Sepertinya dia haus. Dikasih ASI dulu,
ya.” Aku turun dan menjauh dari brankar memberikan ruang untuk perempuan tersebut.
Dari belakangnya, aku melihat perempuan tersebut menunduk dan membantu Rara
menyusui bayi merahnya.
Dari belakang senyumku mengembang. Perempuan
yang merupakan perawat tersebut menjauh dan membiarkan Rara menyusui bayinya. Sebagai
sesama perempuan, aku juga ingin suatu hari nanti merasakan hal yang sama
seperti dirasakan Rara sekarang.
Aku kembali mendekat setelah Rara
berhenti menyusui. Sepertinya bayi merah dan cantik itu telah tertidur. Aku menatap
bayi yang diselimuti dengan selimut merah muda. Tanganku tergerak membelai
wajahnya yang membuatku kembali tersenyum. Dengan pelan kuelus pipi merahnya. Rasanya
aku juga tidak sabar ingin memiliki bayi seperti ini.
“Selamat datang, bayi kecil. Ini Tante
datang menjengukmu.”.
***
Tulisan ini untuk Tantangan Hari Ketiga Puluh event #30DWCJilid5 dengan kata kunci ‘Akhir’. Mohon kritik dan
saran untuk setiap kekurangan. Terima Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar