Nice To Meet You
“Kin, lo nggak bosen di perpustakaan
tiap hari?” tanya Santi.
“Nggak.” Jawabku dengan pandangan yang
masih tertuju pada buku yang kubaca.
“Lo nggak pengen apa makan di kantin
atau nonton anak-anak main basket gitu?” tanyanya lagi.
“Nggak.” Jawabku singkat.
“Dasar lo, Kin. Lo nggak bosen semedi disini?”.
“Nggak.”.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan
menatap Santi yang berjalan keluar dari perpustakaan. Kuletakkan kembali buku yang sejak kemarin kubaca
ke rak buku. Aku mulai memikirkan kata-kata Santi. Aku keluar dari perpustakaan
dan melihat-lihat beberapa tempat di sekolah yang jarang kudatangi. Langkahku terhenti
didepan lapangan basket. Aku menautkan tanganku dan bertahan ditempat tersebut
untuk beberapa saat menikmati permainan mereka. Mataku mengikuti kemanapun bola
tersebut dibawa, hingga akhirnya salah satu dari mereka dapat memasukkan bola
tersebut. kini lapangan basket tersebut penuh dengan sorakan dan tepuk tangan.
“Wah, ada angin apa seorang Nakina
Atjaya keluar dari tempat persemediannya?” kata Santi.
“Ternyata diluar seru juga ya, San”
kataku.
“Alhamdulillah ya Allah, akhirnya Kina
sadar juga. Lo kejedot rak buku ya?” kata Santi setengah meledek.
“Apa-apaan sih lo, San. Ya, gara-gara
omongan lo tadi, gue jadi pengen jalan-jalan keluar.”.
“Ya, baguslah. Gue kira selama ini lo
alergi sama sinar matahari.”.
“Ya, enggaklah. Gue itu cuman gak suka
sama keramaian. Tapi, gue balik ke perpustakaan dulu ya, buku yang tadi gue baca belum kelar.”. kataku.
“Ya ampun, baru juga keluar bentar udah
balik lagi.” celetuk Santi.
*********
Aku mencari-cari buku tersebut namun
tidak menemukannya, aku mencari buku tersebut di rak buku lainnya. Hingga
akhirnya aku menemuka buku tersebut dan mengambilnya. Namun, buku tersebut
seperti yang ada menahannya. Kutarik buku tersebut, hingga akhirnya buku
tersebut kudapatkan. Dibalik celah kosong pada rak buku tersebut, kulihat
sebuah tangan yang sepertinya menahan buku tersebut. Aku menghampiri pemilik
tangan tersebut, dan mendapati bahwa pemilik tangan tersebut adalah seorang
siswa laki-laki.
“Sorry,
lo pengen buku ini?” tanyaku pada siswa tersebut.
“Lo pengen buku itu juga?” ia membalas
menanyaiku.
“Gue sih udah baca sedikit. Kalo lo mau,
lo ambil aja.” aku memberikan buku tersebut.
“Nggak. Lo selesaiin aja dulu bacanya.”.
“Yakin nih?” tanyaku. Ia mengangguk.
“Oke. Thank you.”. aku meninggalkan siswa laki-laki tersebut.
“Hei, Gue Nudi. Loe siapa?” tanyanya.
“Gue Kina. Nice to meet you, Nudi.” jawabku.
“Nice
to meet you too, Kina.” kata Nudi.
*********
“Kin, lo mau ke kantin nggak?” tanya
Santi.
“Gue mau ke perpustakaan dulu. Lo duluan
aja nanti gue nyusul.”
“Oke. Gue ke kantin duluan ya.” kata Santi.
Aku mengangguk.
*********
“Pak,
saya mau mengembalikan buku yang kemarin.”.
“Cepat sekali kamu bacanya, Kin.” kata
Bapak penjaga perpustakaan.
“Iya, Pak. Soalnya ada yang mau pinjam
juga. Jadi bacanya cepet.” kataku.
“Kamu mau baca buku yang lain?”
“Nggak, Pak. Nanti aja. Terima kasih ya,
Pak.”kataku.
Aku menyusul Santi ke kantin. Setelah
membeli snack dan minuman aku menghampirinya. Santi tampak sangat lahap
menyantap mi ayam yang dijual di kantin.
“Rakus banget lo makannya, kayak nggak
makan 3 hari aja.” ledekku. Ia tersedak karena kedatanganku mengagetkannya.
“Apa-apaan
sih lo, gue keselek nih.”.omelnya.
“Lagian lo kayak nggak pernah makan
aja.”.
“Gue emang belum makan dari pagi. Lo
nggak makan?” tanya Santi.
“Gue udah sarapan dirumah.” jawabku
sambil melahap snack.
“Lo nggak semedi hari ini?” tanya Santi.
“Nggak. Kan lo pengen ngajak gue
keliling sekolah. Cepetan makannya, lama banget sih.” omelku.
“Iya, sabar dikit napa.” gerutu Santi
dengan logat betawinya.
Setelah selesai kami berkeliling
sekolah. Santi menunjukkan beberapa ruangan, seperti ruang musik, tari, ruang
OSIS dan ruangan lainnya. Hingga akhirnya kami berhenti didepan lapangan
basket. Seperti biasa, disana tampak beberapa siswa yang sedang bermain basket.
Aku dan Santi duduk dibangku yang ada
dipinggir lapangan dan ikut bersorak bersama penonton lainnya. Hingga akhirnya
salah satu dari mereka berhasil memasukkan bola. Kami dan penonton yang lain
bertepuk tangan.
“Eh, San, itu siapa?” tanyaku.
“Itu Rio. Dia emang jago main basket, ganteng
lagi.” puji Santi.
“Iya sih, tapi menurut gue biasa aja.”.
“Hah? Biasa aja? Lo emang aneh ya, Kin. Udah
doyannya semedi di perpustakan, nggak suka keramaian, cowok seganteng Rio juga
lo bilang biasa aja?”.
“Iya, gue biasa aja, ganteng doang gak
cukup jadi modal naklukin hati gue..”. Santi tampak geleng-geleng kepala mendengar
ucapanku.
“Lo
emang aneh ya, Kin.”. Aku tertawa kecil melihat ekspresi Santi.
“Hai, Kin.” sapa Nudi yang tiba-tiba
datang dan duduk disamingku.
“Hai, Di. Lo ngapain disini?” tanyaku.
“Gue tadi habis dari ruang OSIS, terus
gue ngeliat lo disini.” kata Nudi.
“Oh. Buku yang kemarin udah gue balikin
ke perpustakaan.”.
“Cepet banget lo bacanya.” kata Nudi.
“Kali aja lo mau cepet baca juga. Jadi
bukunya gue balikin aja.”. kataku.
“Gue udah pernah baca kok. Kemarin gue
ambil lagi buku itu buat temen gue.”
“Oh, gitu.” kataku singkat.
“Eh, Kin, dia siapa?” tanya Santi.
“Kenalin Di, ini temen gue Santi. San,
ini Nudi.” Aku memperkenalkan Nudi pada Santi. Mereka saling berjabat tangan.
“Gue ke kelas dulu ya, Kin.”. Nudi
menepuk pundakku.
“Oke, Eh, lo kelas berapa?” tanyaku.
“XII”. jawabnya.
“Lo naksir ya sama Nudi?” tanya Santi
setelah Nudi pergi.
“Nggak, kata siapa gue naksir Nudi.” elakku.
“Kata mata lo yang seakan gak rela
ditinggalin Nudi sama pipi lo yang merah.” ledek Santi.
“Ih, apaan sih.” Aku mengelak. Santi tertawa
melihat ekspresiku yang malu-malu.
“Ke kelas yuk?” ajak Santi. Aku mengangguk.
Kami pun kembali ke kelas.
*********
Aku mengambil sebuah novel yang kucari
dan membawanya ke kasir. Setelah membayar, aku keluar dari toko buku tersebut. Namun,
perhatianku terhenti saat kulihat sesosok lelaki yang mirip dengan Nudi bersama
dengan seorang wanita. Ya, lelaki itu Nudi. Tapi dia bersama siapa? Apa wanita
itu pacarnya? Tanyaku dalam hati.
Entah apa yang membuatku merasa sakit
saat Nudi bersama wanita lain. Apa benar aku memang menyukai Nudi? Apa ini yang
namanya sakit hati? Pertanyaan itu menyeruak keluar dari kepalaku dan membuatku
menangis.
“Nudi, Nudi, padahal gue udah nyaman
sama lo. Sayangnya lo udah punya pacar.” gumamku. Aku memutuskan untuk pulang
dan melupakan Nudi.
“Selamat tinggal Nudi, terima kasih
sudah membuatku senang beberapa hari ini. Nice
to meet you, Nudi.”.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar